Selamat Datang di Dunia Informasi Terkini...
VIDDYNEWS.BLOGSPOT.CO.ID - Media informasi dan pengetahuan disekitar kita
Tampilkan postingan dengan label Dakwah. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Dakwah. Tampilkan semua postingan

Pertanyaan :
Bagaimana hukum Islam tentang orang yang menghina al-Quran atau pun membakar dan menghina agama islam? Bagaimana sikap yang harus diambil oleh kaum Muslim terhadap para pelakunya?

Jawaban :

Inilah hukum syariah yang disepakati oleh para fukaha dari berbagai mazhab, bahwa hukum menghina al-Quran jelas-jelas haram, apapun bentuknya, baik dengan membakar, merobek, melemparkan ke toilet maupun menafikan isi dan kebenaran ayat dan suratnya. Jika pelakunya Muslim, maka dengan tindakannya itu dia dinyatakan kafir (murtad). Jika dia non-Muslim, dan menjadi Ahli Dzimmah, maka dia dianggap menodai dzimmah-nya, dan bisa dijatuhi sanksi yang keras oleh negara. Jika dia non-Muslim dan bukan Ahli Dzimmah, tetapi Mu’ahad, maka tindakannya bisa merusak mu’ahadah-nya, dan negara bisa mengambil tindakan tegas kepadanya dan negaranya. Jika dia non-Muslim Ahli Harb, maka tindakannya itu bisa menjadi alasan bagi negara untuk memaklumkan perang terhadapnya dan negaranya.

Karena itu, sanksinya pun berat. Orang Muslim yang menghina al-Quran akan dibunuh, karena telah dinyatakan murtad. Jika dia non-Muslim Ahli Dzimmah, maka dia harus dikenai ta’zir yang sangat berat, bisa dicabut dzimmah-nya, hingga sanksi hukuman mati. Bagi non-Muslim non-Ahli Dzimmah, maka Khilafah akan membuat perhitungan dengan negaranya, bahkan bisa dijadikan alasan Khalifah untuk memerangi negaranya, dengan alasan menjaga kehormatan dan kepentingan Islam dan kaum Muslim.

Nabi saw. bersabda:

الإِمَامُ جُنَّةٌ يُقََاتَلُ مِنْ وَرَائِهِ وَيُتَّقَى بِهِ

Imam (khalifah/kepala negara) adalah perisai; rakyat akan berperang di belakangnya dan dia akan dijadikan sebagai tempat berlindung (HR Muslim).

Apa yang dinyatakan oleh Nabi di atas, bahwa Imam (Khalifah) adalah perisai benar-benar terbukti. Tanpa Khilafah, al-Quran tidak ada yang melindungi. Penistaan terhadap kitab suci itu pun terus berlangsung siang-malam, baik yang dilakukan oleh kaum kafir di Barat maupun Timur, bahkan di negeri kaum Muslim sendiri. Andai saja Khilafah ada, niscaya penistaan demi penistaan seperti ini tidak akan terjadi.

Dalam pandangan Islam, segala bentuk penistaan terhadap Islam dan syiar-syiarnya sama dengan ajakan berperang. Pelakunya akan ditindak tegas oleh Khilafah. Seorang Muslim yang melakukan penistaan dihukumi murtad dan dia akan dihukum mati. Bagi non-Muslim Ahli Dzimmah, bisa dikenai ta’zir yang sangat berat, hingga sampai pada hukuman mati. Bagi non-Muslim yang tinggal di negara kafir seperti AS, Belanda dan sebagainya, maka Khilafah akan memaklumkan perang terhadapnya untuk menindak dan membungkam mereka. Dengan begitu, siapapun tidak akan berani melakukan penodaan terhadap kesucian Islam.

Rasulullah saw. sebagai kepala negara Islam pernah memaklumkan perang terhadap Yahudi Bani Qainuqa’, karena telah menodai kehormatan seorang Muslimah, dan mengusir mereka dari Madinah, karena dianggap menodai perjanjian mereka dengan negara. Al-Mu’tashim juga melakukan hal yang sama terhadap orang Kristen Romawi hingga Amuriyah jatuh ke tangan kaum Muslim. Ketika Nabi saw. dihina oleh seniman Inggris, Khilafah Utsmaniyah, mengirim peringatan perang, dan mereka pun tak berani berbuat lancang.

Al-Hamdulillah, segala puji bagi Allah, Rabb semesta alam. Shalawat dan salam semoga terlimpah kepada Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam, keluarga dan para sahabatnya serta umatnya hingga akhir zaman.

Disunnahkan menjaharkan (mengeraskan) bacaan dalam shalat Shubuh dan dua rakaat pertama pada shalat Maghrib dan Isya'. Ini berlaku bagi Imam dan munfarid (orang yang shalat sendirin).

Menjaharkan bacaan ini juga berlaku pada shalat Jum'at, shalat dua hari raya (Idul Fitri dan Idul Adha), shalat gerhana bulan, shalat istisqa', shalat Tarawih dan Shalat nafilah di malam hari. Selain yang disebutkan disunnahkan untuk men-sirri-kannya (memelankannya).

Permasalahan jahar dan siri dalam bacaan bukan persoalan fardhu atau sunnah yang diharuskan untuk sujud sahwi saat menyalahinya. Tapi ia salah satu dari bentuk tatacara shalat yang pelakunya diberi pahala atasnya. Sedangkan yang meninggalkannya tidak berdosa.

. . . Permasalahan jahar dan siri dalam bacaan bukan persoalan fardhu atau sunnah yang diharuskan untuk sujud sahwi saat menyalahinya. . .

Disebutkan dalam Shahih Muslim, dari Abu Hurairah Radhiyallahu 'Anhu, beliau berkata:

كَانَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- يُصَلِّى بِنَا فَيَقْرَأُ فِى الظُّهْرِ وَالْعَصْرِ فِى الرَّكْعَتَيْنِ الأُولَيَيْنِ بِفَاتِحَةِ الْكِتَابِ وَسُورَتَيْنِ وَيُسْمِعُنَا الآيَةَ أَحْيَانًا وَكَانَ يُطَوِّلُ الرَّكْعَةَ الأُولَى مِنَ الظُّهْرِ وَيُقَصِّرُ الثَّانِيَةَ وَكَذَلِكَ فِى الصُّبْحِ

"Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam pernah shalat bersama kami. Pada shalat Zuhur dan Ashar, beliau membaca al-Fatihah dan dua surat di rakaat pertama. Sesekali beliau memperdengarkan ayat yang beliau baca. Adalah beliau memanjangkanM bacaan pada rakaat pertama dari shalat Zuhur dan memendekkan pada rakaat kedua, begitu juga saat shalat Shubuh."

Ucapan Abu Hurairah Radhiyallahu 'Anhu, "Sesekali beliau memperdengarkan ayat yang beliau baca," menunjukkag bahwa di dalamnya terdapat keterangan bolehnya menjaharkan pada shalat sirr (Zuhur dan Ashar). Ini juga menunjukkan bahwa Israr (mensirrikan bacaan) tidak menjadi syarat untuk sahnya shalat.

Terdapat keterangan bahwa sebab turunnya firman Allah Ta'ala:

وَلاَ تَجْهَرْ بِصَلاَتِكَ وَلاَ تُخَافِتْ بِهَا وَابْتَغِ بَيْنَ ذَلِكَ سَبِيلاً

"Dan janganlah kamu mengeraskan suaramu dalam shalatmu dan janganlah pula merendahkannya dan carilah jalan tengah di antara kedua itu." (QS. Al-Isra': 110) saat Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam masih di Makkah. Apabila beliau shalat bersama para sahabatnya, beliau meninggikan suaranya saat membaca Al-Qur'an. Ketika kaum musyrikin mendengarnya maka mereka mencaci Al-Qur'an, mencaci Zat yang menurunkannya dan orang yang menyampaikannya. Lantas Allah Ta'ala berfirman kepada Nabi-Nya Shallallahu 'Alaihi Wasallam, "Dan janganlah kamu mengeraskan suaramu dalam shalatmu." Maksudnya: jangan keraskan bacaanmu sehingga orang-orang musyrik mendengarnya.

"Dan janganlah pula merendahkannya," maksudnya: dari para sahabatmu sehingga mereka tidak mendengar Al-Qur'an. "Dan carilah jalan tengah di antara kedua itu."

Terdapat dalam sebagian riwayat lain, "Maka saat sudah hijrah ke Madinah perintah tersebut telah gugur. Beliau boleh melakukan yang beliau kehendaki dari keduanya."

Dari sini menjadi jelas persoalan, menjaharkan bacaan pada shalat Maghrib, Isya' dan Shubuh serta memelankan bacaan pada shalat Zuhur dan Ashar adalah pengamalan saat pertama disyariatkan. Yakni saat kaum muslimin tidak menjaharkan bacaan Al-Qur'an di siang hari khawatir atas celaan kaum musyrikin.

Adapun membaca secara jahar pada shalat Jum'at, dua hari raya, shalat istisqa' dan selainnya adalah karena shalat-shalat tersebut disyariatkan di Madinah sesudah hijrah, di mana saat itu kaum muslimin memiliki kekuatan dan daulah.


Dunia maya dihebohkan dengan munculnya petisi yang meminta tayangan Ustadzah Oki Setiana Dewi disetop.

Postingan yang diunggah di website www.wajibbaca.com tersebut menuliskan kritik pedas kepada aktris yang kini lebih banyak berdakwah itu.

BACA JUGA :
  1. SIMAK!! Inilah Yang Dilakukan Rasulullah Ketika Kesiangan Sholat Subuh
  2. SUPER UNIK !!! Nama bocah asal Kediri ini bisa bikin lidah keseleo. Bisa membacanya?  

Dalam petisi dengan judul "Stop Tayangan Ustadzah Abal Abal Oki Setiana Dewi" ini memuat delapan alasan mengapa tayangan harus dihentikan. Hingga saat ini, petisi tersebut sudah ditandatangani sebanyak 1.057 pendukung.

Berikut 8 alasan yang tertulis dalam petisi tersebut.

Stop tayangan yang menayangkan Oki Setiana Dewi dengan penyebutan gelar Ustadzah.


Alasannya:

1. Oki setiana dewi melakukan pembohongan publik tentang short course (kuliah) lewat jalur mustami' dan masuk kelas persiapan bahasa di Universitas Ummul Quro. Oki Setiana Dewi tidak pernah kuliah disana.

2. Oki setiana dewi melakukan intimidasi terhadap masyarakat yang memberikan kritik dengan kata-kata amat sangat tidak pantas (bisa dilihat di akun http://instagram.com/okisetianadew. Sebelumnya akun adalah http://instagram.com/okijellydrink tapi dihack oleh orang yang tidak bertanggungjawab) selain juga mengancam untuk melaporkan pihak2yang mengkritik ke pihak berwenang (polisi)

3. Oki setiana dewi masih belum fasih dalam pelafalan hadist dan ayat2yang disampaikan dalam kajiannya. bahkan makhraj dan tajwid pun acakadut

4. Oki setiana dewi tidak mempunyai ilmu yang mumpuni untuk disebut sebagai pendakwah, apalagi ustadzah

5. Oki setiana dewi selalu memamerkan hal yang bersifat duniawi, baik dalam akun instagram maupun dalam tayangan infotainment

6. Oki setiana dewi selalu meminta fasilitas mewah dan tarif yang mahal untuk melakukan ceramah off air.

7. Oki setiana dewi plagiat hasil karya (desain) jilbab dan gamis toko lain lalu dicap menjadi brandnya sendiri

8. Oki setiana dewi menggunakan ghost writer untuk buku-buku yang diakui ditulisnya sendiri.


Itulah 8 alasan yang dilayangkan dalam petisi yang meminta untuk penghentian tayangan yang menghadirkan Oki Setiana Dewi yang disebut-sebut sebagai ustadzah abal-abal. Bagaimana menurut kalian? Lebih baik, positive thinking aja guys dan semoga masalah ini cepat menemukan solusinya dengan cara yang baik dan damai.

sumber : forums.merdeka
Hidayah Allah bisa datang kapan saja dan kepada siapa saja yang Ia kehendaki. Seperti yang terjadi pada salah seorang anggota gangster yang selama ini hidupnya dihabiskan dengan berbuat kejahatan dan maksiat. Berikut kisahnya.

Ini kisah hidup Abang Long Fadil. Bekas gengster di Singapura yang bertobat. Tato yang memenuhi wajah setidaknya bisa menggambarkan siapa sosok ini di masa silam.



BACA JUGA :
SUBHANALLAH! Gadis Remaja Malaysia Ini Menyatakan Memeluk Islam Setelah Mengajukan Pertanyaan Kepada Dr. Zakir Naik

Sebuah Kesadaran dan Penyesalan Seorang Steve Jobs di Saat-saat Akhir Hidupnya

Memang, sebelum bertobat, Fadil sangat lekat dengan dunia kekerasan dan kejahatan. Pada usia 12 tahun, kelakuannya sudah ganas dan sadis. Kala itu, dia menggunakan sebatang kayu untuk menganiaya lelaki dewasa hingga luka parah.

Akibat perbuatan itulah dia sudah merasakan dinginnya penjara. Dan saat usia ini pula, dia sudah merajah tubuh dengan beragam gambar.

Pada usia 22 tahun, dia hampir mati, saat dihajar beramai-ramai oleh massa bersenjata kayu dan senjata tajam. Fadil memang dibesarkan dalam keluarga dan lingkungan keras.

Menjadi gengster merupakan satu-satunya pilihan karena dia diasuh oleh keluarga yang percaya bahwa, kejahatan merupakan satu-satunya cara untuk bertahan hidup.

"Saya tak peduli apa nasihat emak. Malah saya tak pedulikan Allah," kata Fadil, dikutip dari mynewshub.cc.

Mimpi Kiamat


Sejak remaja, Fadil telah bergabung dengan gengster China Singapura, yang bergelimang uang, alkohol, dan narkoba. Di samping bergelimang kejahatan tentunya. "Selain maksiat dan narkoba, saya makan babi," katanya.

Allah Maha Kuasa. Meski Fadli keluar masuk penjara, serta pernah berhadapan dengan maut, akhirnya lelaki ini kalah dengan sebuah mimpi. "Saya mimpi dilanda ombak besar, dan hanyut lalu terdampar bersendirian."

"Saya yakin mimpi itu petanda kiamat. Sebulan saya tak keluar rumah kerana takut datangnya kiamat," tambah Fadil.

Itulah hidayah yang diberikan Allah kepada Abang Long Fadil berupa sebuah mimpi yang akhirnya dapat mengantarkannya untuk bertobat kepada Allah dan menjalani kehidupan dengan lebih baik. Semoga kisah Abang Long Fadil ini dapat menginspirasi banyak orang untuk bertobat sebelum ajal menjemput, karena kita tidak akan pernah tau kapan ajal itu akan datang menghampiri kita.

Sumber : Dream

Disabdakan oleh Nabi saw, "Doa anak-anak bermanfaat bagi orang tuanya jika orang tuanya 
itu telah meninggal, dan anak-anak yang meninggal sebelum orang tuanya akan memintakan ampun bagi mereka di Hari Pengadilan."

Sabda Nabi pula, "Ketika seorang anak diperintahkan untuk masuk surga, dia menangis dan berkata, "Saya tak akan memasukinya tanpa ayah dan ibu saya."

Juga, suatu hari Nabi dengan keras menarik lengan baju seseorang ke arah dirinya sambil bersabda, "Demikianlah anak-anak akan menarik orang tuanya ke surga."

Beliau menambahkan, "Anak-anak berkumpul berdesak-desakan di pintu gerbang surga dan menjerit memanggil ayah dan ibunya, hingga keduanya yang masih berada di luar diperintahkan untuk masuk dan bergabung dengan anak-anak mereka."

Diriwayatkan dari seorang Wali yang termasyhur, bahwa suatu kali ia bermimpi bahwa Hari Pengadilan telah tiba. Matahari telah mendekat ke bumi dan orang-orang mati karena kehausan. Sekelompok anak-anak berjalan kian kemari memberi mereka air dari cawan-cawan emas dan perak. Tetapi ketika sang Wali meminta air, ia ditolak, dan salah seorang anak itu berkata kepadanya, "Tidak salah seorang pun di antara kami ini anak-anak anda." Segera setelah sang Wali bangun ia berencana untuk kawin. (al-Ghazali)

Bagikan artikel ini kepada teman-temanmu dengan meng-klik 'bagikan'/'share'


Apabila Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam memerintahkan sesuatu, pastilah sesuatu itu baik bagi umatnya. Sebaliknya, jika beliau melarang sesuatu, pastilah sesuatu itu buruk bagi umatnya.

Namun, sering kali manusia tidak mengindahkan petunjuk dan larangan yang telah digariskan beliau. Banyak perintah yang tidak ditaati dan banyak larangan yang dilanggar. Di antaranya, dua larangan berikut ini.

اِنَّمَا نَهَيْتُ عَنْ صَوْتَيْنِ أَحْمَقَيْنِ فَاجِرَيْنِ صَوْتُ مِزْمَارٍ عِنْدَ نِعْمَةٍ وَ صَوْتُ رَنَّةٍ عِنْدَ مُصِيْبَةٍ

“Sesungguhnya aku melarang dua suara yang paling bodoh dan keji, yakni suara seruling ketika sedang mendapat nikmat dan suara tangis yang keras ketika mendapat musibah” (HR. Tirmidzi dan Baihaqi; hasan)

Suara seruling ketika sedang mendapat nikmat



Alangkah sering hal ini dilanggar oleh umat Islam. Seakan-akan dianggap hal yang biasa dan boleh-boleh saja. Padahal sesungguhnya ini dilarang Rasulullah dan digelari dengan paling bodoh dan keji.

Kita lihat saat keluarga muslim mendapatkan nikmat pernikahan. Walimah yang seharusnya menjadi wujud rasa syukur dan bentuk pengumuman kepada khalayak bahwa si Fulan dan Fulanah menikah, berubah menjadi ajang hiburan yang di dalamnya ada hal terlarang.

Diputarnya musik-musik yang diiringi seruling merupakan hal yang sering terjadi di masyarakat kita saat walimah atau acara lainnya. Bahkan sebagian orang bukan hanya memutar musik melalui kaset namun mengundang band atau elektone dan sejenisnya yang secara live menghadirkan suguhan musik termasuk seruling.

Banyak acara-acara lain yang juga masuk dalam kerangka “nikmat Allah” tetapi diisi oleh pemutaran musik dengan seruling di dalamnya. Misalnya khitanan dan syukuran. Persis seperti yang dilarang Rasulullah dalam hadits tersebut.

Suara tangis keras saat musibah



Siapapun yang terkena musibah, manusiawi jika ia bersedih dan berduka. Bahkan menangis sekalipun. Namun yang dilarang oleh Rasulullah adalah menangis dengan suara keras. Meraung-raung. Meratap.

Umat Islam dituntun untuk bersabar saat menghadapi musibah. Baik ketika kehilangan anggota keluarga, ada bencana maupun bentuk-bentuk musibah lainnya. Menangis meraung-raung merupakan tanda bahwa kesabaran masih belum muncul saat menghadapi musibah.

Wallahu a’lam bish shawab.

Sumber:Forum.merdeka

Kita sebagai umat Islam sangat wajib untuk mendirikan shalat dan melaksanakan kewajiban itu dengan ikhlas, karena shalat itu merupakan salah satu tiang agama dan kunci utama untuk masuk surga.

Bahkan, ketika hari perhitungan amal tiba maka amal yang pertama kali ditanya pada saat itu adalah shalat. Maka barangsiapa yang baik shalatnya dan baik segala amalnya maka ia pasti akan masuk kedalam surga.

Namun tahukah Anda bahwa ada sebuah kisah yang mengatakan bahwa ada seorang ahli surga tetapi ia belum pernah mengerjakan shalat dan sujud sama sekali dalam hidupnya hingga ia meninggal dunia?


Inilah salah satu bentuk kuasa dan kehendak Allah SWT atas segala sesuatu, mungkin menurut pandangan kita hal itu tidaklah mungkin terjadi, namun kisah ini memang benar adanya. Dan beginilah kisah seseorang tersebut.

Orang tersebut bernama Ushairim, dia adalah seseorang dari Bani Abdul Asyhal yang beruntung tersebut. Pada mulanya, ia tidak pernah pernah tertarik kepada Islam dan ia juga enggan menerima kebenaran akan Islam.

Namun, ketika perang Uhud berkecambuk ia mendapatkan hidayah dari Allah, dia datang menemui Rasulullah dan ia mengatakan bahwa dia ingin masuk Islam dan ikut berperang bersama Rasulullah. Pada saat itu juga ia bersyahadat, ia barsaksi bahwa tidak ada Tuhan selain Allah dan Muhammad adalah Rasul Allah.

BACA JUGA :
  1. syaban ala rasulullah saw dan amalan amalanya
  2. 20 rumah yang tidak akan pernah di masuki malaikat

Setelah itu ia pun langsung mengambil pedangnya dan berangkat berperang bersama Rasulullah, ia berperang dengan penuh semangat hingga pada akhirnya ia mengalami beberapa luka di bagian tubuhnya.

Kemudian setelah perang tersebut selesai, beberapa orang dari Bani Abdul Asyhal datang untuk melihat para korban dalam perang ini. Kemudian mereka terkejut karena menemukan Ushairim dalam medan perang dan penuh luka.

Kemudian mereka bertanya kepada Ushairim, "Wahai Amr (Ushairim), apa yang menyebabkanmu berada di sini; karena setia kepada kaummu ataukah simpati kepada Islam?" kemudian ia menjawab, "Karena cintaku terhadap Islam, aku telah beriman kepada Allah dan Rasul-Nya, kemudian aku angkat senjataku dan aku berperang, sehingga aku terluka seperti ini.".

Tak lama kemudian Ushairim akhirnya meninggal dunia, kemudian kabar kematian Ushairim sampai kepada Rasulullah, dan beliau bersabda: "Sungguh dia termasuk penghuni surga."

Kisah ini bersumber dari riwayat Ibnu Sufyan maula Ibnu Abi Ahmad bahwa Abu Hurairah radhiallahu 'anhu meminta kepada para sahabat dan berkata, "Ceritakan kepadaku mengenai kisah seseorang yang masuk Surga padahal belum pernah shalat sekali pun sepanjang hidupnya!", namun diantara mereka tidak ada yang mengetahuinya.

Akan tetapi para sahabat balik bertanya, "Siapakah dia?" Abu Hurairah menjawab, "Ushairim Bani Abdul Asyhal 'Amr bin Tsabit bin Waqsy."

Al-Hushain berkata, "Aku bertanya kepada Mahmud bagaimana kehidupan Ushairim sebelumnya?" Mahmud menjawab, "Sebelumnya dia enggan memeluk Islam sebagaimana kaumnya, namun kemudian ia masuk Islam.

Ketika terjadi peperangan Uhud yang Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam juga berada dalam peperangan tersebut, ia ingin memeluk Islam dan ia pun lantas masuk Islam. Setelah itu, ia mengambil pedang dan berangkat menuju medan perang. Dia menyerang dan memberikan perlawanan sehingga terluka di beberapa bagian tubuhnya.


Tatkala orang-orang dari Bani Abdul Asyhal mencari para korban dalam peperangan ini, mereka mendapati Ushairim. Mereka bertanya, 'Ini jasad Ushairim, apa yang menyebabkan dia datang dalam peperangan ini? Bukankah dia tidak berkenan ikut serta dalam peperangan ini?'

Mereka mempertanyakan status Ushairim sehingga berada dalam pertempuran ini, 'Wahai Amr, apa yang menyebabkan kamu berada di sini. Karena setia kepada kaummu ataukah simpati kepada Islam?'

Amr menjawab, 'Karena cintaku terhadap Islam, aku telah beriman kepada Allah dan Rasulullah, kemudian aku angkat senjataku dan aku berperang, sehingga keadaanku seperti ini.' Ushairim meninggal dunia di tengah-tengah kaumnya, kemudian mereka memberitahukan kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, lalu beliau bersabda, 'Sesungguhnya dia termasuk penghuni Surga'."

Sungguh betapa beruntungnya Ushairim yang disaat-saat terakhir hidupnya ia mendapatkan hidayah Allah dan memilih jalan yang benar. Hingga pada akhirnya ia menjadi ahli surga meskipun belum pernah bersujud sama sekali kepada Allah SWT, inilah kehendak Allah.

Meski begitu, bukan berarti kita bisa meninggalkan shalat seenaknya. Karena kita tidak akan pernah tau kapan kita akan diwafatkan dan dalam kondisi seperti apa. Jangan sampai kita wafat dalam keadaan belum menunaikan shalat.

Semoga artikel ini bermanfaat untuk Anda semua, dan mohon maaf apabila ada kesalahan.

Puasa Ramadhan merupakan salah satu dari rukun Islam, artinya puasa Ramadhan merupakan salah satu tiangnya agama Islam. Tiap-tiap Muslim yang beriman wajib melaksanakannya selama sebulan penuh tiap tahunnya. Namun, tahukah bahwa jika dilihat dari segi historisitasnya asal muasal puasa Ramadhan tidak langsung diperintahkan begitu saja? Sebelumnya, puasa tidak langsung diperintahkan berpuasa simulai dari terbitnya fajar sampai terbenamnya matahari. Dalam sejarah, puasa Ramadhan terdapat beberapa langkah sehingga menjadi suatu tataran syariat yang mengikat bagi umat Muslim.

Menurut hadis yang diriwayatkan oleh Mu’adz bin Jabal, sejarah puasa Ramadhan tidak muncul begitu saja. Dalam riwayatnya, sebelum Nabi menerima perintah puasa Ramadhan, Nabi telah melaksanakan puasa ‘Asyura dan puasa tiga hari setiap bulannya. Secara singkat sejarah puasa Ramadhan sendiri mulai diwajibkan (untuk melakukan ibadah puasa Ramadhan) pada tahun ke 2 Hijriyah atau 624 Masehi setelah Nabi hijrah ke Madinah, bersamaan dengan disyariatkannya salat ied, zakat fitrah, dan kurban. Hal ini berarti, bahwa puasa adalah suatu ibadah yang bernilai universal dan ibadah yang disempurnakan dari umat-umat terdahulu.

1. Puasa Ramadhan Ialah Puasa Istimewa bagi Umat Nabi Muhammad


Sejarah puasa Ramadhan tidak lepas dari waktu pelaksaan selama diwajibkan berpuasa. Menurut Imam As-Sawi dalam kitab tafsirnya, bahwa kewajiban puasa yang ditetapkan oleh Allah pada bulan Ramadhan dilakukan selama sebulan penuh. Hal itu mengacu pada tafsiran kata ma’dudat pada awalan Q.S al-Baqarah: 188, yaitu kurang dari 40. Hal itu karena, kebiasaan orang-orang Arab masa lalu jika menggunakan kata ma’dudat maka yang dimaksud adalah kurang dari empat puluh. Sedangkan menurut Ali As-Shabuni, tujuan dari hari-hari yang ditentukan tersebut yaitu sebagai keringanan dan rahmat bagi umat Nabi Muhammad. Oleh sebab itu, Allah tidak mewajibkan puasa kepada umat Muhammad sepanjang waktu.

2. Perintah dan Larangan Saat Puasa


Hal yang harus dilakukan selama bulan Ramadhan.Pada awal-awal diperintahkan ibadah puasa Ramadhan, tata cara berpuasa pada awal-awal diwajibkannya berbeda dengan sekarang, seperti larangan untuk makan, minum, dan bersetubuh dengan istri pada malam hari, larangan tidur sebelum berbuka jika itu dilanggar tidak boleh berbuka sampai tiba waktu berbuka lagi. Hal itu sesuai dengan hadis riwayat Bukhari yang mengalami serupa yaitu sahabat Qais Sharmah al-Anshary yang pingsan pada siang harinya karena tertidur sebelum berbuka pada hari sebelumnya. Akhirnya, ia harus menahan makan dan minum seharian lagi.

Dalam riwayat lain, masih dalam hadis yang diriwayatkan oleh Bukhari, sahabat Umar bin Khattab juga mengalami demikian. Bahkan, ketika ia tertidur disamping istrinya pada malam harinya sahabat Umar pun mendatangi istrinya lalu menunaikan hajatnya karena tidak kuasa menahan hasratnya. Setelah selesai melakukan hajatnya, Umar pun merasa bersalah pada dirinya mengapa ia tidak kuat untuk menahan keinginannya itu. Ia tidak bisa tidur dua sampai tiga hari, sampai akhirnya ia ceritakan pada Nabi. Atas kejadian tersebut, Nabi menjawab dengan firman Allah Q.S. al-Baqarah: 187, sehingga Allah memberikan maaf dengan diperbolehkannya hal itu.

أحِلَّ لَكُمْ لَيْلَةَ الصِّيَامِ الرَّفَثُ إِلَى نِسَآئِكُمْ
Dihalalkan bagi kamu pada malam hari bulan puasa bercampur dengan istri-istri kamu …,” (Q.S. al-Baqarah: 187).

Para sahabat semakin gembira dengan adanya dispensasi berkurangnya waktu puasa, yakni dihapuskannya puasa pada malam hari setelah berbuka. Maka setelah itu, syariat puasa dan aturan-aturan puasa Ramadhan berlaku seperti yang kita rasakan saat ini. Seperti yang difirmankan oleh Allah Swt., yaitu membatasi waktu berpuasa dari terbitnya fajar sampai terbenamnya matahari:

وَكُلُواْ وَاشْرَبُواْ حَتَّى يَتَبَيَّنَ لَكُمُ الْخَيْطُ الأَبْيَضُ مِنَ الْخَيْطِ الأَسْوَدِ مِنَ الْفَجْرِ
… Dan, makan serta minumlah sampai jelas bagi kalian benang putih dari benang hitam, yaitu fajar …,” (Q.S. al-Baqarah: 187).

Itulah sejarah puasa ramadhan yang harus kita ketahui. Sungguh dari hikmah sejarah puasa ramadhan itu, kita bisa merasakan kemudahan dari Allah untuk semua hamba-Nya beribadah kepada-Nya sekaligus merupakan kekhususan umat Nabi Muhammad tersendiri. Oleh karena itu, harus senantiasa bersyukur atas karuni-Nya kepada kita umat Muslim. Demikianlah penuturan penulis, semoga bermanfaat. Wallahualam bisawab.

Wahyu yang turun tersebut adalah surat al-Baqarah ayat 144, “Sungguh Kami (sering) melihat mukamu menengadah ke langit , maka sungguh Kami akan memalingkan kamu ke kiblat yang kamu sukai. Palingkanlah mukamu ke arah Masjidil Haram. Dan dimana saja kamu berada, palingkanlah mukamu ke arahnya. Dan sesungguhnya orang-orang (Yahudi dan Nasrani) yang diberi Al Kitab (Taurat dan Injil) memang mengetahui, bahwa berpaling ke Masjidil Haram itu adalah benar dari Tuhannya; dan Allah sekali-kali tidak lengah dari apa yang mereka kerjakan.” (QS. Al Baqarah:144)

PERISTIWA perpindahan arah kiblat terjadi pada bulan Rajab tahun ke-12 pasca Hijrah. Saat Rasulullah melaksanakan shalat Dzuhur kemudian turun wahyu untuk memindahkan arah kiblat. Maka dalam riwayat disebutkan bahwa Nabi sempat shalat 2 rakaat menghadap Baitul Maqdis (masjidil Aqsa) dan 2 rakaat berikutnya menghadap Ka’bah, di masjidil Haram.



Makna Perpindahan Kiblat


Dalam beberapa keterangan disebutkan, ketika Allah memerintahkan perintah shalat dan menghadap ke Masjid al-Aqsha (Palestina), hal itu dimaksudkan agar menghadap ke tempat yang suci, bebas dari berbagai macam berhala dan sesembahan.

Ketika itu, kondisi Masjid al-Haram (Kabah) yang merupakan tempat keberangkatan Isra’ dan Mi’raj, belum berupa bangunan masjid. Sebab, kala itu masih dipenuhi berhala-berhala yang jumlahnya mencapai 309 buah dan senantiasa disembah oleh orang Arab sebelum kedatangan Islam. Sehingga, di bawah dominasi kekufuran seperti itu, Rasulullah SAW belum bisa menunai kan ibadah shalat di tempat tersebut.

Selain itu, jika Rasulullah SAW saat itu melaksanakan shalat dengan menghadap ke Masjid al-Haram tentu akan menjadi kebanggaan bagi kaum kafir quraisy, bahwa Rasulullah SAW seolah mengakui berhala-berhala mereka sebagai tuhan. Inilah salah satu hikmah diperintahkannya shalat dengan menghadap ke Baitul Maqdis (al-Aqsha).

Dalam surah Al Baqarah ayat 142, Allah SWT menjelaskan mengapa perpindahan kiblat itu dilakukan.

Orang-orang sufaha diantara manusia akan berkata: “Apakah yang memalingkan mereka (umat Islam) dari kiblatnya (Baitul Maqdis) yang dahulu mereka telah berkiblat kepadanya?” Katakanlah: “Kepunyaan Allah-lah timur dan barat; Dia memberi petunjuk kepada siapa yang dikehendaki-Nya ke jalan yang lurus”.

Tafsir Ibnu Katsir dijelaskan mengenai tafsir ayat ini :


Yang dimaksud dengan sufaha ialah kaum musrik Arab, para pendeta Yahudi, dan seluruh kaum munafiq, sebab ayat itu bersifat umum. Dahulu Rasulullah saw. Disuruh menghadap ke Baitul Maqdis. Di Mekkah, beliau shalat di antara rukun Yamani dan rukun Syami sehingga Ka`bah berada dihadapannya, namun beliau menghadap ke Baitul Maqdis. Setelah beliau hijrah ke Madinah, semuanya keberatan untuk menyatukan keduanya. Maka Allah menyuruhnya menghadap ke Baitul Maqdis. Pandangan itu dikemukakan oleh Ibnu Abbas dan jumhur ulama. Kemudian mereka berselisih, apakah perintah itu melalui Al-Qur`an atau melalui yang lainnya? Para ulama terbagi atas dua pandangan. Ikrimah, Abu al-Aliyah, dan Hasan Bashri berpendapat bahwa menghadap Baitul Maqdis adalah hasil ijtihad Nabi saw.

BACA JUGA :

  1. JIka Isa Tidak Memiliki Ayah Disebut Anak Tuhan, Bagaimana Dengan Adam ?
  2. Awas Gagal Fokus Ternyata Foto Ini Menyimpan Tipuan Mata


Maksudnya ialah bahwa menghadap ke Baitul Maqdis dilakukan setelah Nabi saw. Tiba di Madinah. Hal itu berlangsung selama 10 bulan. Beliau banyak berdoa dan memohon kepada Allah agar disuruh menghadap ke Ka`bah yang merupakan kiblat Nabi Ibrahim a.s. Maka Allah memenuhi doanya dan diperintahkan menghadap ke Ka`bah. Maka Nabi saw. Memberitahukan hal itu kepada Khalayak. Shalat pertama yang menghadap Ka`bah adalah shalat ashar, sebagaimana hal ini dikemukakan dalam shahihain, dari hadits al-Barra` r.a. (137), “Sesungguhnya Rasulullah saw shalat menghadap ke Baitul Maqdis selama 16 bulan atau 17 bulan. Beliau merasa heran kalau kiblatnya adalah Baitul Maqdis, sebelum Ka`bah. Shalat pertama menghadap Ka`bah adalah shalat ashar. Beliau shalat bersama orang-orang. Lalu, salah seorang jamaah keluar dari masjid dan menuju para penghuni masjid lainnya yang ternyata sedang ruku`. Dia berkata, Aku bersaksi dengan nama Allah, Aku benar-benar telah mendirikan shalat bersama Nabi saw sambil menghadap ke Mekkah. Maka orang-orang pun berputar menghadap ke Baitullah”. Menurut Nasa`I shalat itu ialah shalat zuhur di masjid Bani Salamah. Dalam hadits Nuwailah binti Muslim dikatakan (138), “Bahwa sampai kepada mereka berita mengenai peralihan kiblat ketika mereka tengah shalat zuhur. Nuwailah berkata, “Maka jama`ah laki-laki bertukar tempat dengan jama`ah perempuan (untuk menyesuaikan posisi).”

Namun berita itu baru sampai kepada penduduk Kuba pada saat shalat fajar. Maka datanglah seorang utusan kepada mereka. Dia berkata (139), “Sesungguhnya pada malam ini telah diturunkan Al-Qur`an kepada Rasulullah saw. Allah menyuruh untuk menghadap Ka`bah, maka menghadaplah kamu kesana. Pada saat itu, wajah mereka menghadap ke Syiria. Maka mereka pun berputar menghadap Ka`bah. Hadits ini mengandung dalil bahwa keterangan yang menasakh tidak dapat ditetapkan hukumnya kecuali setelah diketahui, meskipun telah lama turun dan disampaikan. Karena mereka tidak disuruh mengulangi shalat ashar, maghrib dan isya. Wallahu a`lam.

Tatkala ini terjadi, timbullah pada sebagian kaum musyrik, munafiqin, dan ahli kitab keraguan, penyimpangan dari petunjuk, membungkam dan meragukan kejadian.

Mereka berkata, “Apa yang telah memalingkan mereka dari kiblatnya yang dahulu dipegangnya?” Yakni, apa yang telah membuat mereka kadang-kadang berkiblat ke Baitul Maqdis dan kadang-kadang berkiblat ke Ka`bah?

Maka Allah menurunkan ayat
“Dan kepunyaan Allah-lah timur dan barat, maka ke mana pun kamu menghadap di situlah Wajah Allah.” (QS. Al Baqarah (2) : 115)

Yakni kepunyaan Allahlah segala persoalan itu, “Maka kemanapun kamu menghadap, maka disanalah wajah Allah” dan “Kebaktian itu bukanlah dengan menghadapkan wajahmu ketimur atau kebarat, namun kebaktian itu dengan berimannya seseorang kepada Allah.”

Yakni kemanapun Allah mengarahkan kita, maka kesanalah kita menghadap. Karena kesempurnaan ketaatan itu adalah dengan menjalankan berbagai perintah-Nya walaupun setiap hari Allah mengarahkan kita ke berbagai arah. Karena kita adalah hamba-Nya dan berada di bawah pengaturan-Nya. Di antara perhatian-Nya yang besar terhadap umat Muhammad ialah Dia menunjukkan mereka ke kiblat al-Khalil Ibrahim a.s. Oleh karena itu, Dia berfirman, “Katakanlah, Kepunyaan Allahlan timur dan barat, Dia menunjukkan orang yang dikehendaki-Nya kepada jalan yang lurus.” (Disarikan dari Tafsir Ibnu Katsir)


Dapat ditarik hikmah:


Perpindahan kiblat tersebut adalah dalam ibadat shalat itu bukanlah arah Baitul Maqdis dan ka’bah itu menjadi tujuan, tetapi wujud berserah diri kepada Allah bukan untuk menyembah ka’bah seperti yang difitnahkan para pecundang pembenci Islam. Mereka menuduh muslim menyembah ka’bah dan Allah hanya ada di sana.

Ka’bah merupakan pemersatu umat Islam dalam menentukan arah kiblat. Sama seperti al-Aqsha yang juga belum berupa bangunan masjid (ketika itu), dan al-Shakhra masih berupa gundukan tanah yang dipenuhi dengan debu. Ini adalah menunjukkan sangat pentingnya persatuan umat Islam.

Menghadap kiblat adalah wujud ketaatan seorang hamba kepada Allah karena memang diperintahkan demikian. Kemanapun arah diperintahkan, maka wajib melaksanakannya sehingga menjadi salah satu syarat syahnya sholat. 

Banyak di antara kaum muslimin yang terjebak dalam amalan-amalan bid’ah di bulan Sya’ban ini karena mereka mengamalkan hadits-hadits yang statusnya lemah, lemah sekali dan bahkan palsu. Padahal terdapat banyak hadits shahih yang menjelaskan dengan rinci bagaimana tuntunan Nabi Muhammad SAW dalam mengisi bulan yang mulia ini.

Berikut ini kami sampaikan sekelumit tuntunan Nabi Muhammad SAW dalam mengisi bulan Sya’ban dan beberapa persiapan yang selayaknya dilakukan oleh kaum muslimin dalam rangka menyambut kedatangan bulan suci Ramadhan. Semoga bermanfaat dan selamat menikmati.
Bulan puasa sunnah

Bulan Sya’ban adalah bulan yang disukai untuk memperbanyak puasa sunah. Dalam bulan ini, Rasulullah SAW memperbanyak puasa sunah. Bahkan beliau hampir berpuasa satu bulan penuh, kecuali satu atau dua hari di akhir bulan saja agar tidak mendahului Ramadhan dengan satu atau dua hari puasa sunah. Berikut ini dalil-dalil syar’i yang menjelaskan hal itu:

عَنْ عَائِشَةَ أُمِّ الْمُؤْمِنِينَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا أَنَّهَا قَالَتْ: وَمَا رَأَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ اسْتَكْمَلَ صِيَامَ شَهْرٍ قَطُّ إِلَّا رَمَضَانَ وَمَا رَأَيْتُهُ فِي شَهْرٍ أَكْثَرَ مِنْهُ صِيَامًا فِي شَعْبَانَ

Dari Aisyah R.A berkata: “Aku tidak pernah melihat Rasulullah SAW melakukan puasa satu bulan penuh kecuali puasa bulan Ramadhan dan aku tidak pernah melihat beliau lebih banyak berpuasa sunah melebihi (puasa sunah) di bulan Sya’ban.” (HR. Bukhari no. 1969 dan Muslim no. 1156)

Dalam riwayat lain Aisyah berkata:

كَانَ أَحَبُّ الشُّهُورِ إِلَى رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنْ يَصُومَهُ شَعْبَانَ، ثُمَّ يَصِلُهُ بِرَمَضَانَ

“Bulan yang paling dicintai oleh Rasulullah SAW untuk berpuasa sunah adalah bulan Sya’ban, kemudian beliau menyambungnya dengan puasa Ramadhan.” (HR. Abu Daud no. 2431 dan Ibnu Majah no. 1649)

عَنْ أُمِّ سَلَمَةَ قَالَتْ : مَا رَأَيْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَصُومُ شَهْرَيْنِ مُتَتَابِعَيْنِ إِلَّا شَعْبَانَ وَرَمَضَانَ

Dari Ummu Salamah R.A berkata: “Aku tidak pernah melihat Rasulullah SAW berpuasa dua bulan berturut-turut kecuali bulan Sya’ban dan Ramadhan.” (HR. Tirmidzi no. 726, An-Nasai 4/150, Ibnu Majah no.1648, dan Ahmad 6/293)

Imam Ibnu Hajar Al-Asqalani menulis: “Hadits ini merupakan dalil keutamaan puasa sunah di bulan Sya’ban.” (Fathul Bari Syarh Shahih Bukhari)

Imam Ash-Shan’ani berkata: Hadits ini menunjukkan bahwa Rasulullah SAW mengistimewakan bulan Sya’ban dengan puasa sunnah lebih banyak dari bulan lainnya. (Subulus Salam Syarh Bulughul Maram, 2/239)

Maksud berpuasa dua bulan berturut-turut di sini adalah berpuasa sunah pada sebagian besar bulan Sya’ban (sampai 27 atau 28 hari) lalu berhenti puasa sehari atau dua hari sebelum bulan Ramadhan, baru dilanjutkan dengan puasa wajib Ramadhan selama satu bulan penuh. Hal ini selaras dengan hadits Aisyah yang telah ditulis di awal artikel ini, juga selaras dengan dalil-dalil lain seperti:

Dari Aisyah RA berkata: “Aku tidak pernah melihat beliau SAW lebih banyak berpuasa sunah daripada bulan Sya’ban. Beliau berpuasa di bulan Sya’ban seluruh harinya, yaitu beliau berpuasa satu bulan Sya’ban kecuali sedikit (beberapa) hari.” (HR. Muslim no. 1156 dan Ibnu Majah no. 1710)

Dari Abu Hurairah RA berkata: Rasulullah SAW bersabda: “Janganlah salah seorang di antara kalian mendahului puasa Ramadhan dengan puasa (sunah) sehari atau dua hari sebelumnya, kecuali jika seseorang telah biasa berpuasa sunnah (misalnya puasa Senin-Kamis atau puasa Daud—pent) maka silahkan ia berpuasa pada hari tersebut.” (HR. Bukhari no. 1914 dan Muslim no. 1082)
Bulan kelalaian

Para ulama salaf menjelaskan hikmah di balik kebiasaan Rasulullah SAW memperbanyak puasa sunah di bulan Sya’ban. Kedudukan puasa sunah di bulan Sya’ban dari puasa wajib Ramadhan adalah seperti kedudukan shalat sunah qabliyah bagi shalat wajib. Puasa sunah di bulan Sya’ban akan menjadi persiapan yang tepat dan pelengkap bagi kekurangan puasa Ramadhan.

Hikmah lainnya disebutkan dalam hadits dari Usamah bin Zaid R.A, ia berkata: “Wahai Rasulullah SAW, kenapa aku tidak pernah melihat Anda berpuasa sunah dalam satu bulan tertentu yang lebih banyak dari bulan Sya’ban? Beliau SAW menjawab:

ذَلِكَ شَهْرٌ يَغْفِلُ النَّاسُ عَنْهُ وَهُوَ شَهْرٌ تُرْفَعُ فِيهِ الأَعْمَال إِلى رَبِّ العَالمِينَ، فَأُحِبُّ أَنْ يُرْفَعَ عملي وَأَنَا صَائِمٌ

“Ia adalah bulan di saat manusia banyak yang lalai (dari beramal shalih), antara Rajab dan Ramadhan. Ia adalah bulan di saat amal-amal dibawa naik kepada Allah Rabb semesta alam, maka aku senang apabila amal-amalku diangkat kepada Allah saat aku mengerjakan puasa sunah.” (HR. Tirmidzi, An-Nasai dan Ibnu Khuzaimah. Ibnu Khuzaimah menshahihkan hadits ini)
Bulan menyirami amalan-amalan shalih

Abu Bakar Al-Balkhi berkata: “Bulan Rajab adalah bulan menanam. Bulan Sya’ban adalah bulan menyirami tanaman. Dan bulan Ramadhan adalah bulan memanen hasil tanaman.”

Beliau juga berkata: “Bulan Rajab itu bagaikan angin. Bulan Sya’ban itu bagaikan awan. Dan bulan Ramadhan itu bagaikan hujan.”

Barangsiapa tidak menanam benih amal shalih di bulan Rajab dan tidak menyirami tanaman tersebut di bulan Sya’ban, bagaimana mungkin ia akan memanen buah takwa di bulan Ramadhan? Di bulan yang kebanyakan manusia lalai dari melakukan amal-amal kebajikan ini, sudah selayaknya bila kita tidak ikut-ikutan lalai. Bersegera menuju ampunan Allah dan melaksanakan perintah-perintah-Nya adalah hal yang harus segera kita lakukan sebelum bulan suci Ramadhan benar-benar datang.

Bulan persiapan menyambut bulan Ramadhan


Bulan Sya’ban adalah bulan latihan, pembinaan dan persiapan diri agar menjadi orang yang sukses beramal shalih di bulan Ramadhan. Untuk mengisi bulan Sya’ban dan sekaligus sebagai persiapan menyambut bulan suci Ramadhan, ada beberapa hal yang selayaknya dikerjakan oleh setiap muslim.

a. Persiapan iman, meliputi:



  1. Segera bertaubat dari semua dosa dengan menyesali dosa-dosa yang telah lalu, meninggalkan perbuatan dosa tersebut saat ini juga, dan bertekad bulat untuk tidak akan mengulanginya kembali pada masa yang akan datang.
  2. Memperbanyak doa agar diberi umur panjang sehingga bisa menjumpai bulan Ramadhan.
  3. Memperbanyak puasa sunnah di bulan Sya’ban agar terbiasa secara jasmani dan rohani. Ada beberapa cara puasa sunah yang dianjurkan di bulan Sya’ban, yaitu: Puasa Senin-Kamis setiap pekan ditambah puasa ayyamul bidh (tanggal 13,14 dan 15 Sya’ban), atau puasa Daud, atau puasa lebih bayak dari itu dari tanggal 1-28 Sya’ban.
  4. Mengakrabkan diri dengan Al-Qur’an dengan cara membaca lebih dari satu juz per hari, ditambah membaca buku-buku tafsir dan melakukan tadabbur Al-Qur’an.
  5. Meresapi kelezatan shalat malam dengan melakukan minimal dua rakaat tahajud dan satu rekaat witir di akhir malam.
  6. Meresapi kelezatan dzikir dengan menjaga dzikir setelah shalat, dzikir pagi dan petang, dan dzikir-dzikir rutin lainnya.

b. Persiapan Ilmu, meliputi:

  1. Mempelajari hukum-hukum fiqih puasa Ramadhan secara lengkap, minimal dengan membaca bab puasa dalam (terjemahan) kitab Minhajul Muslim (syaikh Abu Bakar Jabir Al-Jazairi) atau Fiqih Sunnah (syaikh Sayid Sabiq) atau Shahih Fiqih Sunnah (Syaikh Abu Malik Kamal bin As-Sayid Salim) atau pedoman puasa (Tengku Moh. Hasbi Ash-Shidiqi) atau buku lainnya.
  2. Mempelajari rahasia-rahasia, hikmah-hikmah, dan amalan-amalan yang dianjurkan atau harus dilaksanakan di bulan Ramadhan, dengan membaca buku-buku yang membahas hal itu. Misal (terjemahan) Mukhtashar Minhjaul Qashidin (Ibnu Qudamah Al-Maqdisi) atau Mau’izhatul Mu’minin (Muhammad Jamaluddin Al-Qasimi) atau buku-buku dan artikel-artikel para ulama lainnya.
  3. Mempelajari tafsir ayat-ayat hukum yang berkenaan dengan puasa, misalnya dengan membaca (terjemahan) Tafsir Al-Qur’an Al-‘Azhim (Ibnu Katsir), atau Tafsir Al-Jami’ li-Ahkamil Qur’an (Al-Qurthubi), atau Tafsir Adhwa-ul Bayan (Asy-Syinqithi).
  4. Mempelajari buku-buku akhlak yang membantu menyiapkan jiwa untuk menyambut bulan Ramadhan.
  5. Mendengar ceramah-ceramah para ustadz/ulama yang membahas persiapan menyambut dan mengisi bulan suci Ramadhan.
  6. Mengulang-ulang hafalan Al-Qur’an sebagai persiapan bacaan dalam shalat Tarawih, baik bagi calon imam maupun orang yang shalat tarawih sendirian di akhir malam (tidak berjama’ah ba’da Isya’ di masjid).
  7. Mendengarkan bacaan murattal shalat tarawih para imam masjid yang terkenal keahliannya di bidang tajwid, hafalan, dan kelancaran bacaan.

c. Persiapan Keluarga, meliputi:


  1. Menyiapkan anak-anak dan istri untuk menyambut kedatangan Ramadhan dengan mengenalkan kepada mereka persiapan-persiapan yang telah disebutkan di atas.
  2. Membiasakan mereka untuk menjaga shalat lima waktu, shalat sunnah Rawatib, shalat dhuha, shalat malam (tahajud dan witir), dan membaca Al-Qur’an.
  3. Memberikan taushiyah /kultum harian jika memungkinkan.
  4. Meminimalkan hal-hal yang melalaikan mereka dari amal shalih di bulan Sya’ban dan Ramadhan, seperti musik-musik dan lagu-lagu jahiliyah, menonton TV, dan kegiatan-kegiatan lain yang tidak membawa manfaat di akhirat.
  5. Menyisihkan sebagian pendapatan untuk sedekah di bulan ini dan bulan Ramadhan.

d. Persiapan Mental



  1.  Membuka lembaran hidup baru dengan Allah SWT, sebuah lembaran putih yang penuh dengan amal ketaatan dan berisi sedikit amal-amal keburukan. 
  2. Membuat hari-hari kita di bulan Ramadhan tidak seperti hari-hari kebiasaan kita di bulan lain yang penuh dengan kelalaian dan kemaksiatan.
  3. Meramaikan masjid dengan melakukan shalat lima waktu secara berjama’ah di masjid terdekat dan menghidupkan sunah-sunah ibadah yang telah lama kita tinggalkan, seperti: bertahan di masjid ba’da Subuh sampai terbitnya matahari untuk dzikir, tilawah Al-Qur’an, atau belajar-mengajar; hadir di masjid sebelum adzan dikumandangkan; bersegera ke masjid untuk mendapatkan shaf awal; menunggu kedatangan imam dengan shalat sunnah dan niat I’tikaf; dst.
  4. Membersihkan puasa dari hal-hal yang merusak pahalanya, seperti bertengkar, sendau gurau dan perbuatan-perbuatan iseng yang sekedar untuk mengisi waktu tanpa membawa manfaat akhirat sedikit pun (main catur, main kartu, nongkrong bareng sambil menyanyi dan main gitar; dst)
  5. Menjaga dan membiasakan sikap lapang dada dan pemaaf.
  6. Beramal shalih di bulan Ramadhan dan memulai banyak niat sedari sekarang. Seperti; niat bertaubat, niat membuka lembaran hidup baru dengan Allah, niat memperbaiki akhlak, niat berpuasa ikhlas karena Allah semata, niat mengkhatamkan Al-Qur’an lebih dari sekali, niat shalat tarawih dan witir, niat memperbanyak amalan sunah, niat mencari ilmu, niat dakwah, niat membantu menolong dan menyantuni sesama muslim yang membutuhkan, niat memperjuangkan agama Allah, niat umrah, niat jihad dengan harta, niat I’tikaf; dst)

e. Persiapan Jihad melawan hawa nafsu


  1. Mengekang hawa nafsu dari kebiasaan-kebiasaan buruk dan keinginan hidup mewah, boros, kikir, dan menikmati makanan-minuman yang lezat atau pakaian yang baru di bulan Ramadhan
  2. Membiasakan lisan untuk mengatakan perkataan-perkataan yang baik dan bermanfaat; mencegahnya dari mengucapkan perkataan-perkataan keji, jorok, menggunjing, mengadu domba, dan perkataan-perkataan yang tidak membawa manfaat di akhirat.
  3. Mencegah hawa nafsu dari keinginan untuk melampiaskan kemarahan, kesombongan, penyimpangan, kemaksiatan dan kezaliman.
  4. Membiasakan diri untuk hidup sederhana, ulet, sabar, dan sanggup memikul beban-beban dakwah dan jihad di jalan Allah.
  5. Melakukan muhasabah (introspeksi) harian dengan membandingkan antara program-program persiapan di atas dan tingkat keberhasilan pelaksanaannya.
  6. Inilah sekelumit amalan sunnah di bulan Sya’ban dan persiapan yang selayaknya dilakukan oleh kaum muslimin dalam rangka menyambut kedatangan bulan suci Ramadhan 
Semoga kita termasuk golongan yang bisa berniat, berucap, dan berbuat yang terbaik di bulan Sya’ban dan Ramadhan yang akan datang. Hanya kepada Allah SWT kita memohon petunjuk dan pertolongan.


Wallahu a’lam bish shawab. semoga bermanfaat, bagikan ke sesama musim
 
Anak perempuan itu ujian tersendiri bagi kedua orangtuanya. Apalagi hidup di masa banyak fitnah seperti saat ini. Namun, ia juga menjadi lahan pahala besar ketika orang tuanya sanggup mengantarnya menjadi putri shalehah.

Dalam kitab Riyadhu Ash-Shalihin, dikisahkan bahwa Aisyah bertutur, suatu hari aku pernah didatangi seorang wanita miskin sembari menggendong kedua bayinya. Perempuan itu meminta sesuatu kepadaku. Padahal, aku hanya memiliki satu butir kurma. Aku pun memberikan kurma itu padanya, lalu ia membagi-bagikan kepada putrinya sementara ia sendiri tidak memakan apa-apa darinya.


Aku benar-benar terharu melihat perilaku ibu itu. Aku pun menceritakan apa yang aku lihat itu kepada Rasulullah.

Rasulullah menanggapinya sembari berkata,”Sungguh Allah pasti memasukkan wanita itu ke surga atau ia dibebaskan dari api neraka dengan sebab putri-putrinya.”

Di kesempatan lain beliau berkata, “Siapa yang diuji dengan kehadiran putri-putrinya lalu ia berbuat baik kepada mereka, putri-putrinya itu akan menjadi penghalang baginya dari api neraka.” (HR. Muslim dari Aisyah)

Hadits ini tidak terlalu jauh masanya dengan kebiasaan bangsa arab yang membenci kehadiran wanita di tengah-tengah mereka. Berbahagialah seorang ibu yang memiliki anak perempuan lalu ia mengajarinya adab dan yang baik, akhlak yang luhur, lalu dengan begitu ia mentransfer keshalehannya kepada yang lain.



Semoga kita bisa mengambil pelajaran, khususnya yang dikaruniai amanah anak perempuan. Aamiin.

Foto: Hafidzah Cilik, AULIA FATHURRAHMAN lahir 17 Agustus 2008 di dukuh Gendok, desa Balerejo kecamatan Dempet kabupaten Demak ini, sudah hafal 30 juz.

Semoga putra putri kita menjadi ahlul qur'an semua. Aamiin


Kutipan sabda “Sesungguhnya Malaikat tidak akan masuk ke dalam rumah yang di dalamnya terdapat anjing dan gambar” dari Ali bin Abu Thalib dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam. Tentu sudah bisa jadi jawaban tentang rumah-rumah yang tidak akan dimasuki malaikat. Seperti yang telah disebutkan, kita bisa mengetahui bahwa Malaikat tidak sembarang mendatangi rumah umat Islam dan hal ini disabdakan sendiri oleh Rasulullah. Ini otomatis berarti Malaikat akan memilih rumah-rumah tertentu untuk dimasuki.

Rumah-rumah yang Tidak Akan Dimasuki Malaikat Menurut Hadits
Seperti hadits yang di atas, sabda Rasulullah menyatakan bahwa rumah-rumah yang di dalamnya terdapat gambar patung dan anjing tidak akan dimasuki Malaikat, tapi tidak hanya itu saja. Ada rumah lain yang tidak dimasuki Malaikat seperti yang ditambahkan oleh Abu Hudzaifah Ibrahim bin Muhammad di bukunya yang berjudul Rumah yang Tidak Dimasuki oleh Malaikat.



  1. Rumah yang terdapat patung di dalamnya sudah jelas seperti bunyi hadits di atas.
  2. Rumah yang terdapat lukisan atau gambar makhluk hidup.
  3. Rumah yang terdapat peliharaan anjing. Ini bukan merupakan hal yang aneh karena memang anjing itu dianggap najis menurut Imam Qurtubi menjelaskan tentang sebabnya.
  4. Rumah yang dihuni oleh orang-orang junub yang artinya punya kebiasaan tidak bersuci atau mandi dari junub.
  5. Rumah milik orang yang penuh kedurhakaan terhadap orang tuanya.
  6. Rumah milik orang yang terus-menerus durhaka.
  7. Rumah milik orang yang melakukan dosa besar dan untuk kekejian juga tidak luput menjadi salah satu penghalang Malaikat Rahmat masuk ke rumah.
  8. Rumah milik orang yang suka dengan mantera-mantera dan hal-hal syirik.
  9. Rumah yang memiliki bau tidak enak atau rumah milik seorang pria yang melumuri tubuhnya dengan kunyit.
  10. Rumah milik orang yang punya sajian berhala dan orang yang suka melakukan perjudian. Kedua hal yang haram dan dibenci Allah.
  11. Rumah milik orang yang suka berfoya-foya, menghamburkan uang atau sama dengan hidup boros.
  12. Rumah yang terdapat lonceng di dalamnya juga termasuk rumah yang tidak dimasuki Malaikat.
  13. Rumah yang ditempati untuk minum khamr atau minuman keras.
  14. Rumah yang orangnya mementingkan hawa nafsu serta di dalamnya tidak terdapat shalawat.
  15. Rumah yang di mana Asma Allah tidak disebutkan di dalamnya.
  16. Rumah yang memutar atau mengadakan lagu selain dzikir di dalamnya.
  17. Rumah yang dihuni oleh orang yang suka makan riba.
  18. Rumah milik orang yang tidak menjaga hubungan silaturahmi atau memutuskannya.
  19. Rumah milik orang yang tamak dan suka makan harta anak yatim.
  20. Rumah milik orang-orang yang suka mencaci-maki.
Dengan membuat daftar atau mengulas tentang ciri rumah yang dijauhi Malaikat ini bukanlah bermaksud untuk menakut-nakuti, melainkan untuk memberikan pengetahuan lebih lagi serta menjadikannya sebagai acuan bagi kita supaya lebih pandai dalam mengurus rumah. Menjaga rumah agar Malaikat rahmat suka dengan rumah kita adalah tujuan utama mengetahui semua ini. Tentu menjadi hal baik dan menjadi berkah juga kalau sang Malaikat berkunjung ke rumah karena sama saja rahmat Allah disampaikan kepada keluarga kita.

Jika tidak mau sang Malaikat menjauhi rumah kita dan enggan memasukinya, pastikan bahwa rumah kita tidak termasuk di dalam ciri-ciri yang disebutkan di atas. Tempat kita berteduh ini kudu bebas dari apa yang tidak disukai Malaikat supaya Malaikat senang dan betah saat berkunjung. Dan semoga dengan mengetahui seperti apa rumah-rumah yang tidak akan dimasuki malaikat menjadi informasi berguna bagi kita.
Kalau cuma mengadakan pesta pernikahan yang mewah sih, pasangan ini mengaku mampu. Tetapi ternyata bukan itu yang mereka cari. Lantas apakah yang mereka cari?





Sebuah ketulusan cinta seorang memang tidak bisa diukur dengan sebuah materi. Pelaminan yang megah dan gaun yang cantik, serta pesta pernikahan yang mewah tidak bisa menjadi alat ukur ketulusan dan kesetiaan cinta seorang pasangan.

Sebab memang banyak pasangan pengantin tulus saling mencintai, meski pun pesta pernikahan mereka sederhana dan minim biaya. Selain faktor ketidaktersediaan, beberapa pasangan memang memilih mengadakan pesta menghalalkan satu sama lain itu dengan sederhana.

Kejadian seperti ini dilakukan oleh sepasang kekasih Muhammad Fadhil Isa dan Siti Norazlin Salim. Kedua mempelai yang saling mencintai ini melangsungkan pernikahannya dengan sangat sederhana.

Tanpa pelaminan mewah dan pesta yang meriah, kedua pasangan ini hanya melangsungkan akad nikahnya di masjid. Bahkan keluarga dan kerabat dekat yang hadir menyantap makan siang di sebuah warung makan sederhana.

Kedua mempelai ini menuturkan bahwa keduanya hanya menghabiskan sekitar Rp 2 juta untuk hari istimewanya tersebut. Uang Rp 300 ribu digunakan untuk mahar pernikahan, Rp 700 ribu untuk penghulu dan Rp 1 juta untuk makan bersama seluruh peserta yang hadir di rumah makan.

Fadhil mengaku memilih pesta pernikahan yang sederhana pada Oktober tahun lalu, bukan karena ia tak memiliki cukup uang, melainkan karena keduanya percaya bahwa keberkahan pengantin tidak terletak pada seberapa meriah pesta pernikahannya, sehingga keduanya memutuskan memanfaatkan uang simpanan sebagai bekal rumah tangga.

Pasangan pengantin asal Negeri Jiran ini bahkan menuturkan bahwa ia bisa saja mengadakan pesta yang meriah, namun ia merasa itu bukan inti dari sebuah pernikahannya.

Setelah setahun lamanya, Fadhil kembali menceritakan kisah pernikahannya tersebut pada Jumat (1/4) lalu. Ia hanya ingin berbagi kesederhanaan momen pernikahannya, melihat maraknya pemberitaan adanya pasangan pengantin yang gagal menikah hanya karena uang mahar yang kurang.

"Betul saya kawin dengan murah? Iya memang. Pernikahan kami berlangsung dengan biaya tak lebih dari 2 juta. Bahkan beberapa rekan saya yang menjadi fotografer dan panitia pembantu pengantin kami belikan nasi box KFC," ujar Fadhil sembari mengunggah foto pernikahannya setahun silam.

Mungkin kita bisa mengambil hikmah dari cerita sepasang pengantin diatas bahwa sebuah ketulusan cinta itu tidak bisa di ukur hanya dengan seberapa meriahnya pesta pernikahan seorang sepasang kekasih. Jadi jangan sampai ketulusan cinta kalian rusak hanya karena hal-hal yang sepele.

Sumber : cerminan

Seorang Mahasiswa Kristen bernama Patrick bertanya kepada Dr Zakir Naik tentang Yesus sebagai anak Tuhan. Patrick menanyakan :” Dalam Islam, Yesus bukanlah anak Tuhan. Saat kita semua dilahirkan dari ayah dan ibu. Tapi Yesus hanya dilahirkan dari seorang ibu tanpa ayah. Kenapa dia bukan anak Tuhan?”

Mendapat pertanyaan dari Patrick, Dr Zakir menjawab :

Saudara Patrick mengajukan pertanyaan yang sangat bagus. Poin yang sangat penting yang dia katakan kenapa dalam Islam Yesus a.s tidak dianggap anak Tuhan. Saat kita dilahirkan biasa, dia dilahirkan dari seorang perawan. Sederhananya, bila Anda berkata dia anak Tuhan, itu bukan masalah.

Jika Anda, membaca bahasa Injil. Jika Anda berkata bahwa kita adalah anak Tuhan dan Yesus anak Tuhan dalam konteks itu berarti, dia adalah seseorang yang mematuhi perintah Tuhannya. Maka dari itu, sungguh semua rasul, mereka semua adalah anak Tuhan.

Tapi masalahnya jika seseorang berkata Yesus bukan anak biasa, melainkan anak kandung Tuhan, itulah masalahnya. Karena jika Anda membaca Injil, Tuhan mempunyai beberapa anak. Karena jika Anda membaca Injil, Adam itu anak Tuhan, Isa anak Tuhan, Efraim anak Tuhan, disebutkan dalam Bab Romance bab 8. Semua yang dituntun oleh ajaran Tuhan, mereka adalah anak Tuhan. Itu berarti jika Anda mengikuti perintah Tuhan maka Anda adalah anak Tuhan. Saya tidak mempermasalahkan pernyataan itu sama sekali. Tapi saat ini, kalimat itu sudah disalahpahami.

Contohnya jika seorang anak kecil bertanya pada saya, saya berkata, “nak, itu pertanyaan yang bagus.” Dia tidak akan keberatan karena saya lebih tua. Anda tahu itu. Namun jika saya malah berkata “anak kandungku”, itu berarti saya mengaku sebagai ayah kandungnya. Dan mungkin dia akan menonjok saya.

Jadi apa yang harus Anda sadari adalah, menggunakan frase “anak Tuhan” dalam konteks bahwa kita adalah anak-anak dalam bentuk panggilan, itu bukan masalah. Arti frase itu adalah semua manusia yang patuh pada perintah Tuhannya, bisa disebut anak Tuhan. Itu bukan masalah. Tapi apa yang orang Kristen katakan yaitu, “Bukan.. bukan, dia bukan anak biasa.” Dan mereka mengambil dalil dari ajaran John bab 3 ayat 16. “Karena Tuhan sangat mencintai dunia, maka Dia memberikan satu-satunya anak kandung. Barangsiapa yang percaya padanya, maka tidak akan binasa, tapi hidup selamanya.” Betul begitu? Jadi Anda percaya Yesus adalah anak Tuhan?

Patrick : “Saya percaya”

Dr. Zakir Naik melanjutkan : Anda percaya, baiklah, sekarang mari kita periksa hal ini.

Dalam ajaran John Bab 3 ayat 16, ini dari versi Raja James, “Karena Tuhan begitu mencintai dunia, maka Dia memberikan satu-satunya anak kandung. Barangsiapa yang percaya padanya, maka tidak akan binasa, tapi hidup selamanya”.



Saat Anda membaca revisi standar dari Injil, Revisi oleh para sarjana Kristen tingkat tertinggi. Terdiri dari 50 satuan perkumpulan Kristen yang berbeda-beda. Mereka berkata bahwa kata “anak kandung” tersebut, ternyata adalah penambahan, terbitan, buatan dan juga aliterasi semata. Siapa yang berpendapat demikian? Bukan orang Islam, bukan pula orang Hindu. Mereka adalah para sarjana Kristen tingkat/jabatan tertinggi.

Dalam revisi standar Injil, mereka berkata bahwa kata “anak kandung” adalah penambahan, terbitan dan juga buatan. Dan kata tersebut telah dikeluarkan dari Injil. Jika Anda berkata bahwa Yesus adalah anak Tuhan, seperti Adam, seperti Efraim dan seperti Ezra, bukan masalah bagi saya. Saya ingin bertanya pada Anda mengenai kata “anak kandung”. Apa arti “anak kandung”?

Anda tahu arti dari “memperanak”. Itu adalah perilaku hewan. Itu adalah fungsi dasar dari alat kelamin binatang. Dan saat Anda berkata bahwa dia dilahirkan dari hanya seorang perawan Maria (Maryam), apakah menurut Anda, Tuhan melakukan perilaku seks?

Dan jika Anda berkata Yesus a.s adalah Tuhan atau anak Tuhan karena ia dilahirkan dari seorang Maria, Al Qur’an memberikan jawabannya dalam Surat Ali Imran ayat 59, “Sesungguhnya semisal (penciptaan) Isa di sisi Allah adalah seperti (penciptaan) Adam.”

Allah menciptakan Adam dari tanah. Jika Anda berkata bahwa Yesus adalah Tuhan karena dia tidak berbapak tapi hanya ber ibu, maka Adam a.s adalah Tuhan yang lebih agung karena dia tidak ber bapak dan tidak ber ibu.

Jadi jika Anda berkata Yesus adalah Tuhan karena dia tidak berbapak tapi hanya ber ibu, maka Adam itu Tuhan yang lebih hebat karena dia tidak ber bapak dan tidak ber ibu.

Patrick : “Saya tadi tidak berkata dia itu Tuhan tapi anak Tuhan.”

Dr. Zakir Naik : “Baiklah.. Jadi Adam itu anak kandungnya Tuhan. Benar atau salah?”

Patrick : “Definisi Anda, Adam adalah Tuhan karena tidak ber bapak dan tidak ber ibu”

Dr. Zakir Naik : Bukan, itu bukan definisi saya. Tapi definisi dari misionaris Kristen.
Sedangkan definisi saya adalah, Dia adalah utusan Tuhan. Karena Tuhan tidak mungkin melakukan hubungan seksual. Saya beritahu itu pada Anda di pembicaraan tadi. Tak beranak dan tak diperanakkan. Bila Tuhan beranak, maka bukan Tuhan namanya.

Bila anak Tuhan berarti orang bijak, saya setuju. Itulah alasan kenapa Allah SWT, dalam Al Quran, dalam 99 atribut, Dia tidak memakan kata “abb (ayah)”. Kenapa? Itu kan atribut yang bagus. Tapi Allah tidak menyebut dengan “ab” yang berarti ayah. Karena orang mulai salah mengartikan arti kata “ayah”, maka Dia memakai kata yang lebih kompleks yaitu “robb (penguasa segala)”, tapi tidak memakai kata “ab (ayah)”.

Secara logika itu tidak apa-apa. Tapi Allah SWT Yang Maha Besar. Sengaja tidak memakai kata “ab (ayah)” dalam Al Quran. Karena orang-orang akan salah paham. Bila dikatakan bahwa Yesus anak Tuhan yang berarti utusan, saya sependapat. Tapi manakalah Anda berkata anak kandung, saya tidak setuju.

Jadi jika Anda berkata Yesus adalah utusan Tuhan, saya akan berkata “alaihissalam”. Jadi saya menghormati Yesus a.s lebih dari Anda saudara Patrick. Jika saya mengucapkan namanya, saya harus berkata “alaihissalam”. Jika tidak berkata demikian, saya salah. Jadi saya mencintai Yesus a.s lebih dari Anda. Saya mengikuti ajarannya lebih dari Anda. Dan jika Anda mau, saya akan buktikan kepada Anda.

Patrick : “Itu argumen yang berbeda, bukan untuk malam ini.”

Dr. Zakir Naik : “Maaf, bisa diulang”

Patrick : “Itu argumen yang berbeda, bukan untuk malam ini.”

Dr. Zakir Naik : “Baiklah. Saya akan memberikan kepada Anda tiga hal. Jika Anda membaca Injil, dia dikhitan di Itali. Semua muslim dikhitan, tapi umat Kristen tidak.

Maka jika Anda berkata bahwa seorang Kristen berarti orang yang mengikuti ajaran Yesus a.s. Disebutkan dalam Injil Imamat bab 11 ayat 7-8, di Ulangan bab 14 ayat 8, kamu tidak boleh makan daging babi. Dalam Isaiah bab 66 ayat 2-5, kamu tidak boleh makan daging babi. Muslim tidak makan daging babi, Kristiani makan daging babi.

Jika Anda membaca Injil Efesus bab 5 ayat 18, di Amsal bab 20 ayat 1, dikatakan Anda tidak boleh minum alkohol. Muslim tidak minum alkohol, kebanyak Kristiani minum alkohol. Jika Anda berkata bahwa seorang Kristen berarti orang yang mengikuti ajaran Yesus a.s, kami para muslim, itu lebih Kristen dari orang Kristen sendiri. Kami mencintai Yesus, kami menghormatinya.

Jika Anda berkata anda cinta Yesus a.s tapi tidak mengikuti ajarannya, maka cinta Anda itu palsu. Kami, masya Allah, cinta Yesus a.s lebih dari kebanyakan umat Kristen. Karena saya mengikuti ajarannya, saya menghormatinya.

Dan Yesus juga berkata di Ajaran Yohanes bab 16 ayat 11-14. Saya masih punya banyak hal untuk dikatakan kepada kalian. Tapi kalian tidak bisa mendapatkannya sekarang. Karena saat dia, roh kebenaran, datang… dia akan membimbingmu menuju kebenaran. Dia sedang berbicara tentang Nabi Muhammad yang akan segera datang. Jadi Yesus a.s berkata Anda harus mempercayai utusan terakhir, yaitu Nabi Muhammad SAW. Meski saya mengikuti Ajaran Yesus a.s, saya percaya akan Nabi Muhammad SAW.

Apakah Anda percaya akan Nabi Muhammad sebagai utusan Tuhan?”

Patricks : “Saya percaya”

Dr. Zakir Naik : “Masya Allah, sekarang Anda seorang muslim.”

sUMBER:islamedia.com

Menggunakan Tongkat Ketika Khutbah
Mohon penjelasannya tadz terkait hukum menggunakan tongkat ketika khutbah jumat..?

Jawab:

Bismillah was shalatu was salamu ‘ala Rasulillah, amma ba’du,

Ulama berbeda pendapat tentang hukum menggunakan tongkat ketika berkhutbah. Sebagian menganjurkan, dan sebagian menilainya makruh. Itu artinya, perbedaan dalam masalah tongkat ketika khutbah adalah perbedaan ijtihadi. Sehingga penting bagi kita untuk mengedepankan sikap saling menghargai, dan tidak menyudutkan.

Sebelumnya kita akan sebutkan hadis yang tentang penggunaan tongkat ketika khutbah,

Pertama,

hadis dari Fatimah bintu Qais Radhiyallahu ‘anha,

Bahwa beliau pernah mengikuti khutbah Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam di masjid Nabawi, menyampaikan berita tentang Dajjal yang diceritakan Tamim ad-Dari. Dalam kesempatan itu Fatimah mengatakan,

فَكُنْتُ فِى الصَّفِّ الْمُقَدَّمِ مِنَ النِّسَاءِ وَهُوَ يَلِى الْمُؤَخَّرَ مِنَ الرِّجَال،  فَسَمِعْتُ النَّبِىَّ -صلى الله عليه وسلم- وَهُوَ عَلَى الْمِنْبَرِ يَخْطُبُ…. فَكَأَنَّمَا أَنْظُرُ إِلَى النَّبِىِّ -صلى الله عليه وسلم- وَأَهْوَى بِمِخْصَرَتِهِ إِلَى الأَرْضِ

Saya berada di barisan terdepan shaf wanita, belakang barisan terahir shaf lelaki. Saya mendengar Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam berkhutbah di atas mimbar… saya melihat Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengarahkan tongkat beliau ke tanah. (HR. Muslim 7574).


Kedua, 

hadis dari al-Barra bin Azib Radhiyallahu ‘anhu,

أَنَّ النَّبِىَّ -صلى الله عليه وسلم- نُوِّلَ يَوْمَ الْعِيدِ قَوْسًا فَخَطَبَ عَلَيْهِ

Bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam diberi tongkat ketika hari raya, lalu beliau pegangi ketika berkhutbah. (HR. Abu Daud 1147 dan dihasankan al-Albani).

Tapi perlu dicatat, bahwa kebiasaan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika hari raya, beliau tidak menggunakan mimbar.

Perbedaan Pendapat Ulama Selanjutnya, kita akan sebutkan perbedaan pendapat ulama tentang penggunaan tongkat ketika khutbah.


Ada dua pendapat ulama mengenai hukum menggunakan tongkat ketika khutbah,

Pertama,
dimakruhkan menggunakan tongkat ketika khutbah
Ini merupakan pendapat resmi madzhab hanafi, meskipun berbeda dengan pendapat sebagian ulama hanafiyah.

Dalam Fatawa al-Hindiyah (1/148) dinnyatakan,

ويكره أن يخطب متكئا على قوس أو عصا , كذا في الخلاصة , وهكذا في المحيط

“Makruh berkhutbah dengan bersandar pada busur atau tongkat. Demikian yang disebutkan dalam al-Khulashah, dan kitab al-Muhith al-Burhani.”

Diantara alasan ulama yang memakruhkan tongkat, bahwa hadis yang menyebutkan bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam menggunakan tongkat, itu terjadi sebelum Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam memiliki mimbar. Setelah beliau memiliki mimbar, beliau tidak lagi menggunakan tongkat.

Kita simak keterangan Ibnul Qoyim,

ولم يكن يأخذ بيده سيفاً ولا غيرَه ، وإنما كان يعتَمِد على قوس أو عصاً قبل أن يتَّخذ المنبر ، وكان في الحرب يَعتمد على قوس ، وفي الجمعة يعتمِد على عصا ، ولم يُحفظ عنه أنه اعتمد على سيف… فإنه لا يُحفظ عنه بعد اتخاذ المنبر أنه كان يرقاه بسيف ، ولا قوس ، ولا غيره ، ولا قبل اتخاذه أنه أخذ بيده سيفاً البتة

Beliau tidak pernah berkhutbah dengan memegang pedang atau semacamnya. Namun beliau pernah bersandar dengan busur atau tongkat sebelum beliau menggunakan mimbar. Ketika perang, beliau berkhutbah dengan memegang busur. Ketika jumatan, beliau berkhutbah dengan membawa tongkat (sebelum punya mimbar), dan tidak ada riwayat, beliau khutbah dengan membawa pedang…

Tidak dijumpai riwayat dari beliau setelah memiliki mimbar, beliau naik mimbar dengan membawa pedang, atau busur, atau yang lainnya. Dan sama sekali tidak dijumpai, beliau berkhutbah dengan membawa pedang, sebelum memiliki mimbar. (Zadul Ma’ad, 1/429).

Ada juga ulama yang memahami bahwa tongkat itu dianjurkan, jika ada kebutuhan.

Imam Ibnu Utsaimin mengatakan,

أن الاعتماد إنما يكون عند الحاجة ، فإن احتاج الخطيب إلى اعتماد ، مثل أن يكون ضعيفاً يحتاج إلى أن يعتمد على عصا فهذا سنة ؛ لأن ذلك يعينه على القيام الذي هو سنة

Bersandar dengan tongkat, hanya ketika dibutuhkan. Jika khatib butuh pegangan, mungkin karena sudah lemah berdiri lama, sehingga butuh pegangan tongkat, maka menggunakan tongkat hukumnya sunah. Karena tongkat ini membantunya untuk berdiri, yang itu hukumnya sunah. (as-Syarh al-Mumthi’, 5/62)


Pendapat Kedua,
dianjurkan menggunakan tongkat ketika berkhutbah. Baik ketika di atas mimbar maupun tanpa mimbar. Ini merupakan pendapat mayoritas ulama, Malikiyah, Syafiiyah, dan Hambali.

Imam Malik menyebut ini sebagai praktek penduduk Madinah di zamannya.

Beliau mengatakan,

وذلك مما يستحب للأئمة أصحاب المنابر ، أن يخطبوا يوم الجمعة ومعهم العصي يتوكؤون عليها في قيامهم ، وهو الذي رَأَيْنا وسَمِعْنا

Diantara yang dianjurkan untuk para imam yang berkhutbah di atas mimbar, hendaknya mereka berkhutbah jumat dengan membawa tongkat, memegang tongkat ketika berdiri. Itulah yang kami lihat dan kami dengar. (al-Mudawwanah al-Kubro, 1/151).

Berikutnya, kita simak keterangan Imam as-Syafii.

Beliau mengatakan,

وأحب لكل من خطب أي خطبة كانت أن يعتمد على شيء

Saya menganjurkan bagi setiap khatib – khutbah apapun – untuk memegang (bersandar) dengan sesuatu. (al-Umm, 1/238).

Sementara Ibnu Qudamah – ulama hambali – menyebutkan daftar adab selama khutbah jumat. Diantaranya beliau menyatakan,

السادس : أن يعتمد على سيف أو قوس أو عصا

Adab keenam, dianjurkan untuk bersanda dengan memegang pedang, busur, atau tongkat. (al-Kafi fi Fiqh Ibn Hambal, 1/328).

Jumhur ulama berdalil dengan banyaknya hadis yang menunjukkan bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersandar dengan membawa tongkat atau busur ketika khutbah. Termasuk setelah beliau memiliki mimbar, sebagaimana hadis Fatimah bintu Qais.
Bersandar Dengan Tongkat, Bukan Syarat Khutbah

Bagi ulama yang menganjurkan menggunakan tongkat ketika berkhutbah, menyatakan bahwa itu sifatnya anjuran. Artinya, tidak ada hubungannya dengan keabsahan khutbah. Namun ada saran lain dari mereka untuk posisi tangan.

Kita simak keterangan as-Syafii,

وإن ترك الاعتماد أحببت له أن يسكن يديه وجميع بدنه ولا يعبث بيديه إما أن يضع اليمني على اليسرى وإما أن يسكنهما وإن لم يضع إحداهما على الأخرى وترك ما أحببت له كله أو عبث بهما أو وضع اليسرى على اليمنى كرهته له ولا إعادة عليه

Jika khatib tidak bersandar dengan memegang apapun, saya menganjurkan agar tangannya diam, demikian pula seluruh badannya. Dan tidak main-main dengan tangannya. Bisa dengan dia letakkan tangan kanan di atas tangan kiri. Atau dia lepaskan dan diam.

Namun jika meninggalkan semua yang saya anjurkan, atau main-main tangan atau meletakkan tangan kiri di atas tangan kanan, maka saya tidak menyukainya, meskipun khutbahnya tidak perlu diulang (sah). (al-Umm, 1/238).

Allahu a’lam


Lebih banyak celaan kalau orang yang dipandang berilmu yang berbuat salah dibanding orang awam.

Tak percaya?

Coba lihat di tengah-tengah kita, kalau ada tokoh agama korupsi atau selingkuh, celaan padanya pasti lebih berat. Hujatan akan datang bertubi-tubi. Bahkan akan jadi sorotan di berbagai media.

Itulah yang dikhawatirkan oleh para salaf dahulu, sampai mereka katakan:

إِنَّ مِمَّا أَخْشَى عَلَيْكُمْ زِلَّةُ العَالِمِ

“Sesungguhnya yang aku khawatirkan pada kalian adalah tergelincirnya seorang alim, orang yang berilmu (dalam dosa yang terang-terangan, pen.).” Demikian kata Abu Darda’ sebagaimana disebut dalam Al-‘Aqd Al-Farid, 2: 248.

# Maka waspadalah akhi/ ukhti dengan ilmu yang telah kita pelajari. Karena dosa seorang alim, keadaannya akan genting seperti ini di dunia, lebih-lebih lagi di akhirat.

Wallahu waliyyut taufiq.